![]() |
Menu MBG di salah satu SPPI di wilayah Kecamatan Jerowaru yang tidak menyediakan nasi sebagai sumber karbohidrat (foto/istimewa) |
SUARANUSRA.COM – Pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur, menuai sorotan. Sebuah menu yang disajikan tanpa nasi sebagai sumber karbohidrat utama dinilai tidak layak konsumsi bagi anak-anak, mempertanyakan peran pengawasan dan kompetensi tenaga gizi di lapangan.
Menu yang menjadi perbincangan tersebut hanya terdiri dari seiris tempe, spaghetti dengan saus dan irisan keju, potongan buah melon, serta kacang panjang, biji jagung, dan wortel. Tidak adanya nasi dalam paket makanan itu memicu kritik.
Ketua Forum Rakyat Bersatu (FRB) Lombok Timur, Eko Rahadi, menyoroti aspek gizi dari menu tersebut.
“Ini justru bisa membahayakan, karena anak-anak butuh asupan karbohidrat yang cukup. Kalau hanya seperti itu, tentu tidak memenuhi standar gizi,” ujar Eko belum lama ini.
Eko juga mengungkapkan bahwa program MBG di dapur tersebut dikelola oleh salah satu orang dekat Bupati Lombok Timur.
Ia menilai, keterlibatan orang dekat itu patut dipertanyakan karena dinilai telah melenceng dari tugas pokok dan fungsinya.
“Jangan sampai program ini hanya menjadi sarang keuntungan, bukan benar-benar untuk menyejahterakan masyarakat,” tegasnya.
Merespons berbagai keluhan yang muncul, Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) setempat, Rama Dani, sebelumnya telah memberikan klarifikasi terkait keluhan serupa.
Terkait isu menu yang tidak lengkap, Rama Dani menjelaskan bahwa foto yang beredar di media sosial mungkin tidak sepenuhnya menggambarkan menu sebenarnya, dan menegaskan bahwa susu tetap disertakan dalam paket resmi.
Di sisi lain, hambatan struktural juga mengemuka. Koordinator Wilayah MBG Lombok Timur, Agamawan Salam, mengakui bahwa program ini masih terkendala kekurangan tenaga ahli gizi yang krusial untuk memastikan standar gizi terpenuhi.
Dari 159 dapur yang ditargetkan di Lombok Timur, hingga saat ini baru 62 dapur yang dapat beroperasi.
Guna mencegah risiko keracunan makanan, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lombok Timur mengerahkan Tim Pendamping Keluarga (TPK) untuk memantau proses distribusi MBG, khususnya untuk sasaran ibu hamil, ibu nifas, dan balita.
Insiden ini terjadi di tengah gelombang evaluasi nasional terhadap program MBG. Badan Gizi Nasional (BGN) baru-baru ini menonaktifkan sementara 56 dapur MBG di seluruh Indonesia akibat kasus keracunan yang menimpa ribuan anak.
BGN juga mengakui adanya kelalaian dalam pelaksanaan prosedur dan berencana memperketat pengawasan, termasuk dengan mewajibkan setiap dapur dipimpin oleh dua koki bersertifikat. (SN/02)
Comments