![]() |
| Ketua Satgas MBG Lombok Timur, HM Juaini Taofik (foto/istimewa) |
SUARANUSRA.COM – Sejumlah siswa di Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur, dilaporkan mengalami gejala keracunan makanan, seperti muntah dan diare, diduga setelah mengonsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG). Insiden ini mengembalikan isu keracunan makanan di daerah tersebut menjadi sorotan publik.
Menanggapi kejadian tersebut, Ketua Satgas MBG Lombok Timur, HM Juaini Taofik, membenarkan adanya laporan keracunan. Ia menegaskan bahwa seluruh siswa yang terdampak telah mendapatkan penanganan medis yang cepat dan memadai di tingkat puskesmas, tanpa perlu dirujuk ke rumah sakit.
“Semua yang terjadi kita tangani, tidak mungkin tidak ditangani. Kita semua tak menginginkan hal ini terjadi,” tegas Juaini Taofik, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Lombok Timur. Senin (20/10/2025).
"Alhamdulillah proses penanganan telah dilakukan. Kita tidak menghendaki hal itu terjadi, tetapi kalau sudah terjadi, tidak mungkin berdiskusi, tetapi dilakukan penanganan,"' ujarnya.
Pasca menerima laporan, Satgas MBG langsung turun ke lapangan untuk melakukan investigasi guna mencari akar permasalahannya. Hasil penyelidikan sementara mengarah pada masalah teknis, yaitu durasi dan jarak antara lokasi pengolahan makanan dengan tempat penyajian.
“Hasil investigasi salah satu penyebabnya, jarak lokasi penyajian terlalu jauh dan lama,” ungkap Taofik.
Berdasarkan temuan tersebut, Satgas MBG memberikan rekomendasi penting kepada seluruh sekolah penerima program. Makanan dari MBG harus dikonsumsi oleh siswa langsung di lokasi sekolah pada saat itu juga, bukan untuk dibawa pulang.
“Satgas merekomendasi agar pihak sekolah memastikan MBG dinikmati siswa di sekolah, karena itu untuk siswa, bukan dibawa pulang,” jelas Taofik.
Ia menduga kuat kebiasaan membawa pulang makanan inilah yang menjadi pemicu insiden keracunan. Makanan segar yang tidak lagi disimpan dalam kondisi ideal selama perjalanan pulang berisiko mengalami penurunan kualitas dan keamanan.
“Karena dibawa pulang ini dugaan siswa alami diare dan muntah-muntah,” paparnya. “MBG ini juga harus tepat sasaran. Kalau itu jatah siswa, harus dimakan oleh siswa.”
Sebagai langkah konkret, Taofik mendorong sekolah untuk menerapkan praktik makan bersama segera setelah makanan tiba. Ia mencontohkan MTs Model Lombok Timur yang menghentikan sementara proses belajar untuk memastikan siswa menikmati makanan secara serentak.
Taofik juga menekankan bahwa program MBG menggunakan bahan-bahan makanan segar tanpa tambahan bahan pengawet. Sifatnya yang alami ini mengharuskan makanan untuk segera dikonsumsi agar tetap aman dan bergizi bagi para siswa.
“Makanan MBG ini makanan segar semua, bukan makanan pengawet,” pungkasnya.
Rekomendasi ini diharapkan dapat mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang, sekaligus memastikan program bantuan makanan bergizi benar-benar sampai dan bermanfaat bagi kesehatan anak sekolah. (SN/02)

Comments