![]() |
Sekretaris Daerah (Sekda) Lombok Timur, HM. Juaini Taofik saat memberikan keterangan (foto/istimewa) |
SUARANUSRA.COM - Dikembalikannya 5 pejabat eselon II atau Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama (JPT) ke posisi Jabatan Fungsional (JF) dengan penerbitan Surat Keputusan (SK) Bupati Lombok Timur perihal pengangkatan kembali ASN bersangkutan ke JF nyatanya meninggalkan ganjalan.
Disampaikan oleh salah satu mantan pejabat JPT yang dimutasi ke JF pada media ini, mestinya proses kepegawaian yang dialamatkan padanya itu harus sesuai dengan norma yang termuat di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2020 yang mengatur tentang perpindahan JPT ke JF haruslah melalui pemberitahuan kepada yang bersangkutan secara tertulis.
"Dalam PP tersebut, disebutkan bahwa pemindahan JPT ke JF harus memenuhi beberapa syarat, termasuk, pertama pemberitahuan kepada yang bersangkutan secara tertulis tentang rencana pemindahan jabatan dan kedua harus ada persetujuan dari yang bersangkutan," katanya. Senin (20/10/2025)
Masih lanjut dia, dirinya hanya mendapat pemberitahuan tapi tidak diberikan ruang untuk dilakukan pencermatan untuk menelaah dan memahami alasan pemindahan.
Atas dasar itu, dapat disimpulkan keputusan pejabat pembina kepegawaian tidak sejalan dengan spirit dan norma dari PP Nomor 17 tahun 2020.
"Pemberitahuan tertulis ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk memahami alasan pemindahan jabatan dan untuk memberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat atau keberatan. Faktanya kami hanya dapat pemberitahuan, tapi tidak ada ruang untuk melakukan pencermatan," katanya.
Artinya, patut disebut proses yang ia alami cacat prosedur, karena ada tahapan yang tidak dipatuhi oleh pejabat pembina kepegawaian dalam mutasi pejabat JPT, berdasarkan aturan hukum yang berlaku.
"Dengan demikian, pemberitahuan tertulis kepada yang bersangkutan secara tertulis merupakan salah satu prosedur yang harus diikuti dalam proses perpindahan JPT ke JF. Tapi faktanya ada salah satu prosedur yang tidak dijalani," tegasnya.
Terkait dengan hal itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Lombok Timur, HM. Juaini Taofik memberikan penjelasan berbeda. Ditegaskan olehnya, semua tahapan dan proses yang berkaitan dengan pengangkatan ASN bersangkutan ke JF sudah sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
"Di UU No 20 tahun 2023 ada dua kelompok jabatan, yakni jabatan manejerial diantaranya pengawas, administrator, JPT Pratama serta JPT Madya dan kelompok jabatan non-manajerial ada jabatan fungsional dan staf teknis. Berdasarkan itu, sesuai dengan Peraturan Teknis BKN Regional, proses pengangkatan 43 pejabat manajerial ke non-manajerial sudah clear and clean sesuai aturan, termasuk juga 5 JPT yang ada di dalamnya," tegas Taofik.
Masih lanjut dia, dalam setiap proses mutasi ASN di setiap tingkatan oleh pejabat pembina kepegawaian pasti mengacu pada prinsip integral mutasi. Yakni mutasi baru bisa dilakukan, jika posisi jabatan tertentu sudah kosong, baru kemudian dapat di isi oleh pejabat baru.
"Tidak mungkin dalam integral mutasi itu terjadi penindihan jabatan, jadi prinsipnya harus dipastikan dulu posisi jabatan itu kosong, baru boleh di isi. Dan itu sudah dilakukan," paparnya.
Selaku kordinator ASN, dirinya juga memastikan jika ke 5 mantan pejabat JPT sudah menerima surat pemberitahuan, sesaat sebelum dilakukannya mutasi oleh Bupati pada (17/10) lalu.
"Jadi kami selaku kordinator ASN sudah menyerahkan SK itu kepada yang bersangkutan pada hari Jumat pagi dan kami ada fotonya sebagai bukti, agar kami tidak salah," tandasnya.
Senada dengan yang disampaikan Taofik, pada pemberitaan sebelumnya, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Lombok Timur, Yulian Ugi Listiyanto menyatakn bahwa pengangkatan kembali ASN dalam jabatan fungsional sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang berlaku.
Prosedur itu juga diklaim merupakan bagian dari proses mutasi antar jabatan yang dilakukan. Dimana keputusan tersebut diambil setelah mendapatkan rekomendasi atau pertimbangan teknis dari Badan Kepegawaian Negara (BKN).
“Dasar hukumnya mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional,” paparnya.
Lebih lanjut, mantan Sekretaris Dinas Dikbud ini menegaskan jika kebijakan itu dilakukan untuk menyesuaikan struktur organisasi dengan ketentuan terbaru yang berlaku di tingkat nasional.
"Jabatan aparatur sipil negara (ASN) berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN terbagi menjadi dua kategori besar, yaitu jabatan manajerial dan non-manajerial. Jabatan manajerial meliputi jabatan pimpinan tinggi (JPT), administrator, dan pengawas, sementara jabatan non-manajerial terdiri atas jabatan fungsional (JF) dan pelaksana," jelasnya waktu itu. (SN/01)
Comments