Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB, Tri Budiprayitno saat memberikan keterangan (foto/istimewa)

SUARANUSRA.COM – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyatakan pengangkatan Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu, masih menghadapi kendala utama yakni keterbatasan kemampuan fiskal daerah dan belum adanya petunjuk teknis dari pemerintah pusat.


Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB, Tri Budiprayitno, mengungkapkan pihaknya bersama Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sedang melakukan pemetaan mendalam terhadap kekuatan anggaran daerah. Tujuannya, menilai kesiapan fiskal NTB dalam mengakomodasi pengangkatan, termasuk PPPK paruh waktu.


“Kami dari BKD sedang melakukan pemetaan dengan BPKAD terkait dengan kekuatan fiskal, bilamana kemudian paruh waktu itu seberapa besar kekuatan anggaran kita,”* jelas Yiyit, sapaan akrab Tri Budiprayitno. Kamis (07/08/2025)


Selain kendala anggaran, Yiyit menekankan bahwa proses saat ini masih sangat bergantung pada kebijakan pusat. Hingga kini, Badan Kepegawaian Negara (BKN) belum mengeluarkan petunjuk pelaksanaan (juklak) maupun petunjuk teknis (juknis) yang mengatur rekrutmen PPPK paruh waktu. 


BKN sendiri masih fokus menyelesaikan tahap dua rekrutmen sebelumnya, di mana NTB mendapatkan alokasi 44 orang.


“Seluruh pola penanganan ini sifatnya sentralistik, kita menunggu kebijakan dari pusat. Kalau pun nanti sudah ada, kita juga menyesuaikan dengan alokasi anggaran kita yang ada,” tegas Yiyit.


Sementara itu, Kepala Bidang Pengadaan, Pemberhentian, dan Informasi BKD NTB, Rian Priandana menjelaskan lebih rinci soal pemetaan yang dilakukan. 


Pemetaan ini didasarkan pada empat kriteria utama: ketersediaan anggaran, kebutuhan organisasi, keaktifan pegawai, serta status batas usia pensiun (BUP) atau kematian.


“Ada empat kriteria yang kita lakukan mapping, yang pertama itu ketersediaan anggaran, yang kedua kebutuhan organisasi, yang ketiga itu aktif bekerjanya, yang keempat itu kita melihat yang bersangkutan BUP-nya atau meninggal dunia,” papar Rian.


Namun, Rian menyoroti tantangan berat dari sisi anggaran. Saat ini, belanja pegawai Pemprov NTB telah mencapai 33,26 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 sebesar Rp 6,2 triliun. Angka ini telah melebihi batas maksimal yang ditetapkan perundang-undangan, yaitu sebesar 30 persen.


“Itu lumayan membebani daerah. Belum lagi mandatory spending seperti pendidikan 20 persen, kesehatan 10 persen, dan infrastruktur 20 persen. Praktis kapasitas fiskal kita hanya menyisakan 20 sampai 30 persen,”* ujar Rian.


Rian juga mengungkapkan besaran beban anggaran jika seluruh sisa tenaga non-ASN yang berjumlah 9.616 orang diangkat. Menurut perhitungan awal, anggaran yang dibutuhkan mencapai sekitar Rp 300 miliar.


“Ketika ini masuk yang 9.616 secara total sisa dari non ASN ini, itu ekuivalen dia menghabiskan anggaran sekitar Rp 300 miliar. Itu yang coba kita mapping dengan BPKAD,” pungkas Rian.


Pemprov NTB masih menunggu kepastian petunjuk teknis dari pemerintah pusat melalui BKN. Namun, keputusan akhir pengangkatan akan sangat ditentukan oleh hasil pemetaan kemampuan fiskal daerah yang sedang dilakukan bersama BPKAD, mengingat beban belanja pegawai yang sudah melebihi ambang batas. (SN/02)