![]() |
Poli Psikologi dan Kesehatan Jiwa di RSUD dr. R. Soedjono Selong (foto/istimewa) |
SUARANUSRA.COM - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. R. Soedjono Selong telah memiliki layanan psikolog klinis. Setiap hari, layanan ini selalu ramai dikunjungi oleh pasien untuk melakukan konsultasi.
Psikiater dr. Febriana Puspita Adji, Sp.KJ, menjelaskan angka kunjungan pasien cukup tinggi di Lombok Timur (Lotim). Setiap hari, ia harus melayani 25 sampai 30 pasien. Ia sangat mengapresiasi mereka yang berani datang untuk berkonsultasi. Pasien yang datang juga termasuk pasien laki-laki, meski jumlahnya tidak sebanyak pasien perempuan.
"Pada hari Jumat (20/06) saja, ada 26 pasien. Bahkan di hari lain, angka kunjungan cukup tinggi. Proses penanganan pasien dilakukan dengan asesmen, pemberian obat, dan brief psikoterapi (psikoterapi dalam waktu yang singkat). Sedangkan pada beberapa pasien tertentu yg membutuhkan psikoterapi yang lebih lama, biasanya Psikiater akan bekerja sama dengan Psikolog Klinis," kata dr. Febriana. Jumat (20/06/2025)
Selama melayani pasien, dr. Febriana, mengungkapkan bahwa pasien perempuan lebih banyak datang untuk konsultasi masalah kecemasan dan depresi.
Sementara laki-laki cenderung memendam masalah sendiri, sehingga gangguan mental mereka sering tidak terdeteksi hingga mencapai tahap parah, seperti skizofrenia atau perilaku impulsif, termasuk percobaan bunuh diri.
"Di Lombok Timur, sudah banyak kasus percobaan bunuh diri. Kasus percobaan bunuh diri bisa merupakan gejala dari skizofrenia, gangguan afektif bipolar, depresi maupun gangguan kepribadian ambang," jelasnya.
Ia menguraikan pada pasien skizofrenia, percobaan bunuh diri dapat diakibatkan oleh halusinasi. Sedangkan pada pasien depresi, percobaan bunuh diri dapat diakibatkan karena rasa putus asa.
Dari segi biologis, hormon testosteron pada laki-laki memengaruhi sifat kompetitif, dominan, dan agresif. Namun, ketika kadar hormon ini menurun, laki-laki bisa mengalami penurunan mood, bahkan depresi atau kecemasan.
Sementara itu, faktor sosial dan budaya turut membentuk persepsi bahwa laki-laki harus kuat, tidak boleh menangis, dan harus menjadi pemimpin.
"Sehingga ketika mengalami gangguan jiwa, laki-laki cenderung memendam sendiri karena takut dianggap lemah.," ujar Dr. Febriana.
Di Indonesia, stigma bahwa laki-laki tidak boleh menunjukkan kelemahan masih sangat kuat. Hal ini membuat banyak laki-laki enggan mencari bantuan ketika mengalami masalah mental.
Sebaliknya, perempuan lebih ekspresif dan lebih sering curhat, sehingga gangguan seperti depresi atau kecemasan lebih cepat terdeteksi.
"Itu bikin lelaki sering mengalami yang disebut maskulinitas toksik," ujarnya.
Karena itu, ia menekankan pentingnya peran psikiater dan psikolog klinis dalam menangani kasus-kasus tersebut.
"Bagi lelaki jangan malu untuk datang berkonsultasi, menangis itu wajar bagi lelaki. Yang terpenting, jangan ragu untuk mencari bantuan," ungkapnya.
Secara keilmuan, bahwa terdapat perbedaan signifikan dalam gangguan jiwa antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini dipengaruhi oleh faktor biologis, sosial, dan budaya.
Menurutnya, laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan gangguan mental yang berbeda, di mana perempuan lebih rentan mengalami depresi, sedangkan laki-laki lebih banyak didiagnosis dengan skizofrenia.
"Skizofrenia adalah gangguan mental berat yang dapat memengaruhi tingkah laku, emosi, dan komunikasi. Penderita skizofrenia bisa mengalami halusinasi, delusi, kekacauan berpikir, dan perubahan perilaku. Penderita skizofrenia mengalami kesulitan membedakan khayalan dan realita, sehingga sering dianggap gila," ujarnya.)
dr. Febriani menekankan bahwa gangguan mental bisa dipicu oleh faktor biologis, psikologis, sosial, bahkan spiritual. Stres bisa muncul dari hal-hal kecil, termasuk tekanan sosial dan larangan-larangan yang dianggap sepele. Oleh karena itu, mengenali diri sendiri dan memahami batasan mental sangat penting.
Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat, diharapkan stigma negatif terhadap kesehatan mental, terutama bagi laki-laki, dapat berkurang. Sehingga lebih banyak orang mendapatkan penanganan yang tepat sebelum kondisi mereka semakin parah.
"Sosialisasi kesehatan mental harus terus digencarkan. Tidak perlu malu, karena siapa saja bisa mengalami gangguan jiwa," tandasnya. (SN/01)
Comments