Direktur RSUD dr. R. Soedjono Selong, dr. HM. Hasbi Santoso, M.Kes didampingi Wakil Direktur Bidang Pelayanan, dr. Ahmad Bardan Salim saat memberikan keterangan pada awak media (foto/istimewa) 


SUARANUSRA.COM - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. R. Soedjono Selong memberikan klarifikasi perihal tudingan telah menelantarkan salah satu pasien asal Desa Kembang Kerang karena alasan tidak ada biaya untuk dilakukan tindakan CT Scan. 


Disampaikan Direktur RSUD Soedjono Selong, dr. HM. Hasbi Santoso, M.Kes pada saat pasien atas nama Khairul Wardi dirujuk dari Puskesmas Aikmel ke RSUD Soedjono, pihaknya langsung memberikan tindakan medis di Instalasi Gawat Darurat (IGD). 


Masih jelas Hasbi, sesuai diagnosa observasi awal di Puskesmas Aikmel, pasien alami gejala kejang-kejang, karena penurunan kesadaran EC Suspect Meningoensefalitis sekitar Pukul 15.40 (18/07) lalu. 


Selanjutnya petugas IGD RSUD Soedjono melakukan anamnesa ulang, sesuai hasil anamnesa, pasien alami kejang tonik klonik seluruh tubuh, ditandai bola mata mendelik ke atas dengan suhu tubuh 38 derajat celcius. Pasien juga alami konvulsi e.c status epilepticus DD suspect epilepsy dan observasi febris H4. 


Kemudian atas gejala yang dialami itu, petugas IGD langsung berkonsultasi dengan dokter spesialis anak untuk diberikan obat guna menghentikan kejang-kejang yang dialami oleh pasien. "Semua obat-obatan yang diinstruksikan oleh pihak dokter telah diberikan, selanjutnya petugas IGD kembali berkoordinasi dengan dokter dan perawat untuk melakukan tindakan medis selanjutnya," katanya. Sabtu (20/07/2024). 


Kemudian, sesuai petunjuk dari dokter, pasien diarahkan untuk menjalani CT Scan. Tapi sebelum tindakan itu dilakukan, dokter meminta petugas IGD untuk memeriksa fisik pasien. Ternyata hasil pemeriksaan, dinyatakan pasien belum bisa menjalani tindakan CT Scan, karena kondisi fisik masih lemah (pasien masih dalam kondisi kejang dan bola mata masih berbalik ke atas) serta masih dibantu alat bantu pernapasan. 


"Awalnya kami sudah persiapan intubasi dan siapkan ruangan ICU. Tapi karena kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan CT Scan maka tindakan itu tidak dilakukan. Jika tindakan itu dilakukan, maka kondisi pasien akan memburuk," paparnya. 


Lanjut Hasbi, dalam proses itu, pihaknya memastikan petugas mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang baku. Bukan karena alasan subjektif apakah orang kaya atau tidak. Dirinya pun membantah keras tudingan jika CT Scan tidak dilakukan karena pasien tidak memiliki biaya. 


"Petugas kami bekerja sesuai SOP yang baku. Jadi sangat tidak benar kalau petugas kami tidak melakukan CT Scan karena pasien tidak ada biaya. Faktanya petugas IGD melakukan tindakan cepat sesuai petunjuk dari dokter," bebernya. 


Masih lanjut Hasbi, memang pasien terigestrasi sebagai pasien status register umum. Tapi setelah pihak keluarga berkonsultasi ke bagian manajemen pelayanan pasien (MPP). Setelah konsultasi, petugas  mengarahkan keluarga pasien untuk membawa surat keterangan tidak mampu (SKTM) untuk diuruskan kepesertaan BPJS Kesehatan oleh pihak rumah sakit, sebab saat ini Lombok Timur menyandang status universal health coverage (UHC) 98 persen. 


"Jadi kami sebenarnya akan mengurus pasien yang masuk dengan registrasi umum itu agar berubah. Jadi besoknya itu, setelah persyaratan UHC siap, bagian MPP akan memproses agar pasien masuk di daftar UHC dan masuk menjadi peserta BPJS Kesehatan, agar keluarga pasien tidak membayar," jelas Hasbi. 


"Jadi sekali lagi kami tegas, jika petugas kami tidak pernah membahas soal biaya. Semua tindakan medis terbaik sesuai SOP sudah dilakukan kepada pasien," imbuhnya. 


Lanjut Hasbi, setelah dilakukan tindakan intensif, ternyata pada Pukul 21.45 pasien dinyatakan meninggal dunia di IGD RSUD Soedjono. 


Kemudian setelah pasien dinyatakan meninggal, kami menjelaskan terkait pemulasaran jenazah. Tapi keluarga pasien bersikeras membawa pulang jenazah dengan menggunakan mobil ambulance desa. Sehingga status pasien masih terigestrasi sebagai pasien umum. 


“Pasien pulang dengan status sebagai pasien umum dan membayar di kasir IGD sejumlah Rp1,358.000.00," tuturnya. 


Atas kejadian itu, dirinya pun meminta semua pihak, terutama aparatur pemerintah yang langsung bersentuhan dengan masyarakat (kepala desa dan kepala wilayah) untuk memahami alur SOP pelayanan rumah sakit. 


Bukan sebaliknya memberikan informasi yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya. Sebab hal itu dapat menimbulkan dis-informasi di masyarakat luas oleh karena terjadi mis-komunikasi. 


"Kami berharap kepada semua kita untuk terlebih dahulu tabayyun (kroscek langsung, red) apa dan bagaimana peristiwa sebenarnya, agar informasi yang kita terima utuh dan komprehensif agar masyarakat kita memahami kejadian dan peristiwa sebenernya," tandasnya. (SN/01)